Tahukah anda!!
Sehebat-hebatnya seorang pengacara ia tidak akan mampu mengubah pandangan orang lain terhadap kliennya. Ia hanya mampu meringankan hukuman, atau paling hebat meniadakan hukuman bagia kliennya. Seorang Public Relation (PR) mampu melakukan tugas tersebut. Ia mampu mengubah pandangan buruk yang telah dilabelkan ke dalam diri seseorang oleh orang lain menjadi sesuatu yang bernilai positif di kemudian hari oleh orang yang sama. Sebab sebenarnya bebas dari hukuman sosial adalah lebih baik daripada sekedar bebas dari suatu hukuman penjara atau sanksi lainnya.
by: Poppy Friscilla
Music Lover
Saturday, March 31, 2012
Thursday, March 29, 2012
Sejarah dan Perkembangan Public Relations
I.
Ancient Beginnings
Akar
dari public relation adalah zaman
kuno atau purbakala. Para pemimpin sudah mengetahui pentingnya opini publik terhadap
persuasi. Contohnya seorang arkeolog yang berhasil menemukan sebuah buletin di
Irak (1800SM) yang berisikan teknik bertani terbaru. Semakin banyak makanan
yang dihasilkan, semakin baik pula rakyatnya (contoh persuasi untuk mencapi
publik yang spesifik dengan tujuan tertentu/public
relations).
Yunani
kuno juga sangat menghargai kemampuan komunikasi. Pembicara terbaik biasanya
akan terpilih untuk memimpin. Bahkan calon politisi akan meminta bantuan kepada
sarjana terkemuka untuk membantu perang verbal. Sarjana itu akan berkumpul di
teater untuk memuji-muji kandidat tertentu dan mempengaruhi proses legislasi
dengan menggunakan teknik komunikasi. Sejak itu peran public relation dipertanyakan untuk alasan etis. Apakah mereka
harus menjual talentanya kepada pembayar tertinggi ataukah bergantung kepada
kepercayaan personal? Ketika pada zaman
modern seorang PR professional mau mewakili pemerintah yang menindas atau artis
yang bermasalah, pertanyaan mengenai etik ini semakin banyak kepada PR modern.
Pada
zaman roma kuno, Julius Caesar yang juga ahli dalam teknik persuasi mengumpulkan
opini publik untuk menghadapi perang dengan memanfaatkan pamflet dan pentas. Hal yang sama dilakukan selama perang dunia 1,
dibentuklah Creel Commite sebagai
media informasi dan meningkatkan rasa patriotisme Amerika dalam mendukung US di
PD 1. Komite ini sukses memberikan kebanggan di balik perang dengan menggunakan
pesan verbal maupun nonverbal. Salah satu anggota muda Creel Committee adalah Edward L.Bernays yang kemudian dinyatakan
sebagai bapak PR oleh sebagian orang. Ia menyatakan bahwa informasi dapat
digunakan sebagai senjata dalam sebuah perang.
Selain
itu, Gereja Katolik juga punya andil dalam perkembangan PR. Dibawah
kepemimpinan Paus Gregory XV pada abad 16, gereja membuat propaganda untuk
menyebarkan iman.
II.
Early American Experience
Pembentukan
republik, mempengaruhi opini publik, managing
communications,dan persuasi individu merupakan inti dari revolusi Amerika.
Koloni mencoba untuk mempegaruhi raja George III agar mereka diberikan hak yang
sama seperti orang Inggris. Ketika George menolak permintaan mereka, mereka
mengkombinasikan senjata pedang dan pena. Samuel Adam mengorganisasikan comittees of correspondence yang juga
merupakan evolusi dari asosiasi pers untuk menyebarkan informasi anti British di kalangan para koloni. Dia juga
mengadakan berbagai acara untuk membangkitkan semangat revolusi seperti, Boston tea party. Setelah itu, Thomas
Paine seorang praktisi PR terdahulu juga menulis pamflet dan esay periodik
untuk memperingatkan para koloni untuk bersatu.
III. Later American Experience
Konstitusi
Amerika juga berhutang banyak pada PR. Federalis yang mendukung konstitusi
mengobarkan pertempuran mereka pada artikel Koran, pamflet, dan media persuasi
lainnya untuk mempengaruhi opini publik. Para pemimpin politik seperti
Alexander Hamilton, James Madison, dan John Jay bersatu untuk mendukung
pengesahan konstitusi dan menulis surat (federalists
paper) untuk memimpin surat kabar. Setelah ratifikasi, perdebatan konstitusi masih berlanjut karena adanya
kegagalan dokumen tersebut untuk membatasi kekuatan pemerintahan. Kemudian
Madison menuliskan Bill of Right yang
berisikan orang-orang memiliki hak untuk berbicara dan bebas untuk mempengaruhi
opini orang lain.
IV. Into the 1800s
Masa
ini dikenal juga dengan masa press
agentry atau publicity, dimana
terdapat dua orang praktisi PR yang dikenal yaitu Amos Kendall dan Phineas
T.Barnum. Pada tahun 1829, presiden Andrew Jackson memilih Kendall menjadi
penulis dan editor Kentucky untuk melayani administrasi beliau. Hanya dalam
beberapa minggu, Kendall menjadi asisten yang sangat berpengaruh. Kendal
mengerjakan semua tugas humas di gedung putih. Dia menuliskan pidato, surat
negara, pesan, dan pemberitaan pers.Meskipun ia hanya sekretaris Presiden,
namun pada pelaksanaannya tugasnya diluar daripada itu. Ia juga sukses dalam
mengembangkan Koran kepemilikan Jackson ,yaitu Globe yang berisikan
berita-berita terkini pemerintahan Jackson dan popularitasnya.
Selain
itu, dikenal juga P.T.Barnum seorang pemilik sirkus yang menggunakan strategi
PR untuk mempromosikan sirkusnya. Ia menuliskan artikel tentang sirkusnya
dengan menuliskan nama-nama bintang sirkusnya agar artikelnya dapat diterima
menjadi headline pada surat kabar.
V. Emergence of the Robber Barons
VI. Enter the Mucracker
Sebagai respon dari keberadaan Robber Barons tersebut, hadirlah sekelompok jurnalis yang mengkritiki hal tersebut (Muckrackers). "Muck" (kotoran) yang di "raked" (disisir) oleh para jurnalis dan editor ini terbentuk oleh adanya skandal dalam operasi bisnis pda perusahaan Amerika. Dalam novel Upton Sinclair yang berjudul The jungle, ia menyerang perbuatan tercela sebuah pabrik pembungkus daging. Ida Tarbell yang menuliskan History of Standard Oil Company jugamelucuti topeng yang dibuat oleh perusahaan petroleum nasional. Tuduhannya terhadap Rockefeller sebagi pimpinan perusahaan tersebut tetap menarik perhatian masyarakat meskipun tanpa bukti. McClure's Magazine, majalah bulanan Amerika yang populer pada abad ke-20 dan didirikan oleh S.S. Mc'Clure dan John Sarbon Phillips pada 1983 dianggap sebagai pencipta muckracking journalism. dalam majalah ini, muncul karya Ida Tarbell yang telah disebutkan sebelumnya. Majalah ini dianggap telah membentuk kompas moral dalam masyarakat.
Ivy Lee adalah seorang reporter
jalanan, putra dari Pemimpin Methodist yang terjun ke dalam dunia publisitas
pada tahun 1903. Ia tidak percaya akan pernyataan Barnum “public be fooled’ dan pernyataan Vanderbilt “public be damned”, baginya kunci kesuksesan sebuah bisnis adalah menginformasikan publik dengan kejujuran,
akurat, dan tegas, serta mengutamakan kenyamanan publik. Ia meremehkan agen
pers saat itu yang menggunakan berbagai trik untuk mendapatkan cerita yang akan
dicetak tanpa memperhatikan kebenaran dan manfaatnya.
Pada tahun 1914, John D.Rockefeller menggaji Lee untuk membantu kejatuhan Ludlow
Massacre yang berefek pada kejatuhan Perusahaan Colorado fuel dan Iron
company-nya. Lee menyarankannya untuk
“menyatakan kebenarannya, karena cepat/lambat publik akan tahu, jika
publik sudah terlanjur tidak suka denganmu gantilah kebijakan yang kau gunakan
dan bawa mereka sesuai keinginan mereka.” Setelah tragedi itu, Rockefeller
meminta Lee untuk ikut serta dalam manajemen perusahaannya. Saat Lee bekerja
untuk Rockefeller, ia berusaha untuk memanusiakan mereka dengan membawanya
kepada situasi kehidupan yang sebenarnya, seperti: bermain golf, beribadah ke
gereja, dan menghadiri pesta ulang tahun. Lee bertujuan untuk menghadirkan
kembali Rockefeller dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat.
Ironisnya, pada akhir 1920 Lee
diminta untuk menjadi penasihat German
Dye Trust yang merupakan agen untuk kebijakan Adolf Hitler. Lee kemudian
dianggap penghianat dan dijuluki “Poison Ivy” oleh anggota kongres
investigasi un-America Activities. Ia kemudian membedakan antara Press Agentry dan publisitas dari public relation. Menurutnya, positive public relation dimulai dengan
aksi dan performa. Sedangkan publisitas yang positif dimulai dengan performa
yang positif juga.
VIII.
The Growth of Modern Public
Relations
Government
Selama
berlangsungnya Perang Dunia I, Presiden Woodrow Wilson mendirikan Creel Committee dibawah kepemimpinan
seorang jurnalis bernama George Creel untuk memobilisasi opini publik untuk
mendukung PD. Pada PD II didirikan pula Office
of War Information (OWI) untuk menyampaikan informasi tentang US dan
pergerakannya yang dipimpin oleh seorang Jurnalis veteran bernama Elmer Davis.
Pada PD II, Salah satu alasan beberapa perusahaan merasa PR merupakan sebuah
kebutuhan yang penting adalah Perilaku Agresif Presiden Harry Truman kepada
berbagai institusi besar, ia menyita industri baja. Kemudian pada abad yang
sama, kesulitan komunikasi yang dihadapi oleh President Richard Nixon dalam
menutupi kasus skandal politik Watergate membawa perkembangan baru bagi PR.
Kemudian Ronal Reagen menegaskan kembali nilai-nilai PR. Setelah itu, Presiden
Bill Clinton memiliki kemampuan komunikasi yang baik sebelum akhirnya ia
dihadapkan dengan skandal mesumnya di Oval Office. Pada abad ke 21, Presiden
Barack Obama memperkuat komunikasi di gedung putih.
b. Counseling
Firma
konsultasi PR pertama didirikan di Boston pada tahun 1900 yang diberi nama Publicity Bureau dengan spesialisasi press agentry. Agensi PR di Washington
D.C pertama dimulai pada tahun 1902 oleh William Wolf Smith, seorang
koresponden New York Sun dan Cincinnati Enquirer. Dua tahun kemudian,
Ivy lee bergabung dengannya dalam firma tersebut. Salah satu konselor yang
signifikan dengan Ivy Lee adalah Edward L.Bernays yang telah menjadi publicist sejak tahun 1913 dan ia juga
merupakan keponakan dari Sigmund Freud. Ia juga menulis buku berjudul crystallizing Public Opinion. Bernays
adalah seorang sarjana PR yang sebenarnya. Ia mulai mempelajarinya sejak 1923.
Ia juga merekrut istrinya, Doris E.Fleischmen sebagai rekan kerja. Fleischman
adalah seorang editor New York Tribun
dan penulis yang sangat handal. Ia dan suaminya membangun agensi PR yang top.
Ia juga dianggap sebagai Ibu PR atas dominasinya.
c. Corporations
Pada
abad ke-20 bisnis mulai mengutamakan penghargaan publik. Berbagai perusahaan
cerdas, seperti General Electric, General
Motors, and American Telephon & Telegraph (AT&T) mulai menghadirkan
nama baiknya dalam kata dan aksi. Arthur W.Page menjadi Vice President PR pertama bagi perusahaan itu pada tahun 1927. Ia
juga bekerja pada perusahaan besar lainnya, seperti Bank Manhattan, Asuransi
Prudensial. Lima prinsip corporate PR oleh Page yang relevan saat ini seperti
pada tahun 1930 adalah:
1. Memastikan
manajemennya menganalisis semua hubungannya dengan publik.
2. Membuat sistem untuk menginformasikan seluruh
karyawan tentang kebijakan dan praktek perusahaan.
3. Membuat
sistem yang memungkinkan karyawan melakukan kontak langsung dengan publik
dengan pengetahuan yang dibutuhkan dan sopan kepada publik.
4. Menciptakan
sistem penggambaran kritik karyawan dan publik terhadap organisasi dan
manajemennya.
5. Memastikan
adanya kejujuran dalam menyampaikan aksinya kepada publik.
IX. Public Relation Comes of Age
Beberapa
tren dalam masyarakat yang mempengaruhi evolusi dari PR adalah :
1.
Growth of Large Institutions
Growth of Large Institutions
PR
menjadi hal yang paling dipercaya ketika bisnis mengalami kemunduran.
Pergolakan ekonomi dan sosial karena adanya depresi pada tahun 1930 memberi
dorongan kepada perusahaan untuk mencari dukungan politik. Pebisnis sudah
menyadari komunikasi sebagai cara efektif diterima oleh publik. Perusahaan
terbaik abad ke-21 adalah perusahaan yang telah berhasil membina komunikasi
yang baik dengan masyarakat.
2
. Heightened Public Awareness and Media Sophistication
. Heightened Public Awareness and Media Sophistication
Pada
tahun 1970 dan 1980-an perusahaan harus mempertimbangkan hak minoritas dan
knsumen, implikasi lingkungan, dan masalah sosial lainnya. Bisnis mulai
memberikan kontribusi untuk kegiatan dan tanggung jawab sosial dan terus
berlanjut hingga tahun 1990-an. Kebijakan biasa untuk menggunakan iklan mulai
ditingglkan dan mulai menggunakan budaya kompromi dan konsiliasi.Kecanggihan
teknologi pun semakin mneningkat, pada tahun 2008 sebagian besar rumah telah memiliki
TV dan internet. Hal ini juga menyebabkan masyarakat menjadi lebih
tersegmentasi, khusus, dan canggih.
3.
Societal Change, Conflict and Confrontation
Societal Change, Conflict and Confrontation
Kekecewaan
terhadap lembaga besar terjadi pada tahun1960 di dalam perang yang tidak begitu
populer di Vietnam. Gejolak tersebut salah satunya dipengaruhi oleh praktek PR.
Wanita mulai menuntut persamaan hak dan memobilisasi berbagai kelompok aktivis
wanita. Isu lingkungan terkait dengan pelaksanaan bisnis juga mulai
dibicarakan.
4.
Globalization and Growth of Global
Media, Public Opinion, and Capitalism
Abad
ke-21 merupakan abad demokrasi dan kapitalisme. Bahkan, dalam beberapa tahun
terakhir peristiwa penting untuk memacu demokrasi ditayangkan secara real time
oleh media global. Pertumbuhan demokrasi tidak terhindarkan bahkan bagi negara
yang tidak menganutnya. Misalnya, Cina dengan semangat kapitalisme tetap
memiliki individu bebas dengan memperoleh hidup berdasarkan kemampuan dan
wirausahanya sendiri.
5.
Dominance of The Internet and Growth of Social Media
Dominance of The Internet and Growth of Social Media
Pada
abad ke-21 mulai terjadi komunikasi dua arah, apalagi sejak adanya pertumbuhan
online. Dampak internet pada PR pun sangat fenomenal dimana email mulai
mendominasi komunikasi internal. Fasilitas omnipresent tekxt messaging pun
memungkinkan kita untuk mengakses informasi dari facebook ke twitter, facebook
ke flickr, dan sebaliknya.
X.
Public Relation Education.
Pada
tahun1951, 12 sekolah mulai menawarkan PR sebagai program utama, bahkan program
studi komunikasi menawarkan studi terkonsentrasi dalam PR dan 300 orang lainnya
menawarkan kursus berhubungan dengan profesi. Studi besar terakhir PR terjadi
pada tahun 1999 oleh Commission on Public Relation Education yang diminta oleh
Public Relation Society of America. Komisi ini merekomendasikan sebuah
kurikulum yang bukan hanya memperhatikan area nontradisional, tetapi juga
hal-hal penting seperti membangun hubungan, tren sosial, serta isu keragaman
budaya dan global.
Refferensi :
Seitel, Fraser. 2011. The Practice of Public Relation: Pearson, hal 53
Monday, March 26, 2012
PANCASILA, IDENTITAS BANGSA YANG HILANG
“Indonesia”, jika menyebut nama itu yang terbersit dalam benak saya adalah keragaman kultur, persatuan antarpulau dengan begitu banyak suku. Sebenarnya suatu keunikan melihat bangsa ini dapat menggabungkan begitu banyak perbedaan yang ada dalam berbagai aspek kehidupan warganya. Suku, adat istiadat, bahasa, dan agama hanyalah segelintir perbedaan diantara begitu banyak keragaman yang dimiliki masyarakat Indonesia. Sangat mengagumkan melihat hal ini bisa terjadi di Indonesia saat melihat ternyata negara lain hanya karena faktor perbedaan 2 warna kulit saja sampai harus mengalami konflik besar.
Keberadaan pancasila memang suatu pemikiran cerdas yang dilakukan oleh Founding Fathers kita. Hanya lima aturan saja, tetapi dapat menata kehidupan seluruh bangsa. Coba bayangkan apa yang terjadi di negara kita ini jika saja masyarakat Indonesia tidak punya acuan lagi untuk menghadapi perbedaan yang ada. Kekerasan akan terjadi dimana-mana karena setiap komunitas akan menentang komunitas lain dan menganggap apa yang dijalaninya selama ini paling benar. Rasa saling menghargai tidak akan pernah ada dalam negara kita.
Membicarakan pancasila mengingatkan saya akan banyak cerita orangtua tentang pelaksanaan pancasila di jaman mereka. Mulai dari pelaksanaan P4 sampai cerita tragis warga Indonesia karena kekerasan yang mengatasnamakan pancasila. Mereka mengidentikkan pancasila dengan pemimpin tertinggi Negara pada era itu. Memang begitu otoriter, kesan yang orang-orang munculkan dalam benak mereka. Namun dampaknya sangat besar pada era itu. Menurut saya, tidak pantas jika kita hanya sekedar melihat sisi negatifnya ataupun hanya mempositifkan pelaksanaan pemerintahan yang keras masa itu. Kita harus melihat dari kedua sisi.
Meskipun menurut mereka ada begitu banyak duka yang dirasakan orang-orang pada saat itu, namun mari kita lihat juga keamanan negara pada saat itu. Cerita tentang tindak kekerasan mengatasnamakan agama , tawuran besar-besaran antar pelajar, pembunuhan karakter, mafia hukum, tawuran antar supporter bola, penyiksaan buruh dan TKI di luar negeri, korupsi besar-besaran bahkan tindakan memalukan dari petinggi-petinggi bangsa di hadapan Negara sendiri tidak ada pada era itu. Semua cerita itu terjadi sekarang, sejak reformasi digagaskan untuk mengurangi penderitaan rakyat atas kekerasan yang mengatasnamakan pancasila. Apa yang sebenarnya terjadi dalam diri masyarakat Indonesia ini?
Jangankan warga sipil bahkan petinggi-petinggi Negara yang “katanya” ingin membangun dan memajukan negara ini saja tidak lagi mampu menjadi contoh yang baik bagi warganya. Penyakit lupa alias amnesia sepertinya sedang trend terutama di kalangan pejabat. Tidak jarang para pejabat negara tersebut menjadikan “lupa” sebagai alasan pembelaan diri di pengadilan, entah hanya sekedar membela diri, ataupun juga ingin melindungi rekan korupsinya.
Seperti tayangan TV One beberapa pekan lalu, stasiun tv swasta tersebut mencoba mengumpulkan beberapa cuplikan persidangan yang menyertakan alasan “lupa” oleh kesaksian beberapa pejabat terkhusus dalam kesaksian tentang korupsi, seperti Andi Malarangeng, Miranda Gultom, Nunun Nurbaeti, dan masih ada sejumlah nama lainnya. Entah memang benar-benar lupa ataukah hanya sebagai “alibi” saja, yang jelas sudah begitu banyak tindak para pejabat yang mencoreng wajah negaranya sendiri.
Pancasila sebagai landasan negara tidak lagi menjadi semangat bagi masyarakat dalam melakukan segala hal. Bahkan dalam penetapan berbagi kebijakan, dasar negara kita ini hampir tidak diperlukan menjadi acuan. Apalagi dalam berbagai momen perkumpulan rapat para pejabat negara terlihat jelas bahwa pancasila sudah benar-benar dilupakan nilainya, sehingga mereka beberapa kali tampak kurang beretika dalam bertindak. Padahal sesungguhnya, kelakuan para petinggi negara adalah gambaran warga negaranya.
Contoh lebih sederhana lagi daripada itu, dituliskan dalam harian Singgalang bahwa ternyata dalam seleksi calon abang-none Jakarta beberapa saat yang lalu lebih dari lima puluh persen peserta gugur karena tidak hafal isi Pancasila. Orang-orang yang berpendidikan tinggi seperti mereka pun sudah tidak tahu lagi isi Pancasila. Sungguh ironi negara Indonesia bahwa orang-orang seperti itulah yang kelak juga akan memimpin negara Indonesia.
Jika perubahan tidak segera terjadi maka negara ini akan menjadi negara yang kasar, lebih mengutamakan kepuasan individu daripada kepentingan umum dan semuanya mau menang sendiri. Dalam keadaan seperti ini, kita perlu melihat kembali kesadaran kita terhadap idiologi yang mampu menyatukan kita. Bukan sekedar menggembar-gemborkannya dalam pertemuan upacara ataupun acara kenegaraan lainnya namun melaksanakannya secara riil.
Tafsir pancasila dan banyak hal di Negara ini sudah dimonopoli oleh orang-orang berduit. Seperti kata Bapak Habibie “Pancasila seolah-olah telah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan dan dibahas. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang hiruk pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik”
Dalam suasana kepemimpinan authoritarian di jaman orde baru, masyarakat merasa tidak nyaman dan merasa dirampas hak asasinya. Namun, dalam suasana demokrasi dan reformasi yang lebih memberikan celah kebebasan, warga Indonesia malah melupakan idiologi bangsa sendiri. Jadi tipe kepemimpinan seperti apa yang sebenarnya pantas diterapkan di Indonesia ini?
Hemat saya, sebenarnya mental bangsa yang membuat keadaan negara ini makin chaos. Negara ini bukannya semakin dewasa setelah melewati sejarah yang panjang namun menganggap demokrasi dan reformasi sebagai bentuk kebebasan yang sebebas-bebasnya. Dalam berbagai hal terlihat jelas bahwa ternyata warga Indonesia harus mendapatkan bentuk kekerasan tepatnya ketegasan dalam pelaksanaan hidup.
Pelaksanaan aturan secara longgar itu justru dipandang sebelah mata oleh warga masyarakat. Lihat saja para pegawai negeri sipil dan bandingkan dengan para pegawai di perusahaan swasta, maka anda akan menemukan perbedaan yang signifikan diantara kedua komunitas ini dalam pelaksanaan pekerjaannya. Pegawai swasta yang benar-benar dikontrol dalam pelaksanaan kerja akan lebih sigap daripada pegawai negeri yang kebanyakan masuk kantor jika ada sidak dan pengawasan mendadak semacam itu. Mental warga kita adalah mental “dikerasi”, mental “diawasi”. Mulai dari pejabat tinggi sampai pekerja buruh sekalipun memiliki mental yang sama.
Selain kesadaran yang tinggi akan idiologi dan aturan bangsa, warga Indonesia juga butuh pemimpin yang keras dan tegas (dalam makna positif) untuk membawa negara ke arah lebih baik lagi. Mengurangi pelaksanaan demokrasi yang berlebihan dan sebebas-bebasnya oleh pemimpin negara serta mengamalkan kembali nilai-nilai pancasila dalam pelaksanaan ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial oleh semua warga negara akan membawa kita menjadi warga yang patut dipandang di mata dunia. Tindakan hukum yang benar-benar keras dan akan memberi efek jera bagi warga Indonesia mulai dari pemimpin tertinggi negara sampai masyarakat sipil sekalipun. Tidak harus memberi ganjaran yang lebih berat lagi daripada yang sebelumnya telah ditetapkan, namun melaksanakan pemberian hukuman secara tepat dan tidak pandang bulu demi kepentingan siapapun. Tindakan hukum yang tepat mungkin akan membantu negara ini untuk lebih menghargai keberadaan aturan dan regulasi yang dibuat demi kepentingan bersama.
Ketika Informasi menjadi sangat penting dan berharga ...
Mungkin bagi sebagian orang tidak menyangka bahwa setiap informasi kini menjadi sangat penting untuk diketahui. Apalagi dalam era komunikasi yang didukung dengan perkembangan media yang semakin canggih. segala informasi yang kita ketahui alangkah baiknya jika kita bagikan kepada orang lain. Kesadaran akan pentingnya dan berharganya suatu informasi menjadi alasan kuat bagi saya untuk mulai menulis dan berbagi ilmu dengan orang lainTulisan pertama saya di blog ini (yang masih agak ga jelas dan ga penting,hhheee) semoga dapat menjadi pengantar saya untuk lebih aktif lagi menulis di kemudian hari.
Sedikit cerita, sebenarnya sih saya sudah membuat blog ini dari beberapa bulan yang lalu. Tetapi, karena terbatasnya pengetahuan cara menggunakan blog, saya akhirnya terus mengurungkan niat untuk memulai tulisan pertama saya. Tetapi, melihat berbagai blog yang beredar di internet, semangat saya jadi terpacu untuk terus mencoba sendiri. Yah, mudah-mudahan ini tidak jadi tulisan pertama dan terakhir saya deh.
Sedikit cerita, sebenarnya sih saya sudah membuat blog ini dari beberapa bulan yang lalu. Tetapi, karena terbatasnya pengetahuan cara menggunakan blog, saya akhirnya terus mengurungkan niat untuk memulai tulisan pertama saya. Tetapi, melihat berbagai blog yang beredar di internet, semangat saya jadi terpacu untuk terus mencoba sendiri. Yah, mudah-mudahan ini tidak jadi tulisan pertama dan terakhir saya deh.
Subscribe to:
Posts (Atom)